Strategi FB Ads ini menarik, karena katanya, dapat menyampaikan iklan kita ke target yang dituju.
Per hari jumat kemarin, dengan pengetahuan seadanya, Saya mencoba bereksperimen dengan FB Ads. Saya mencari mitra pemasaran di 4 kota yang kami pilih : Padang, Bukittinggi, Makassar dan Palembang. Anggaran yang kami gunakan juga sangat-sangat sedikit. Mungkin Anda tidak percaya jika kami sebutkan angkanya.
Ajaib, beberapa respon konkret menyapa nomor layanan kami. Beberapa orang bahkan sudah ada yang deal transaksi. Ajaib.
Pada pilihan segmen customer, Kami hanya sekedar menuliskan interest pada berupa peluang bisnis, jualan baju, baju muslim, dan sejenisnya. Ajaib sekali, algoritma facebook berhasil menempatkan iklan kepada orang yang tepat. Thank You Mark.
*****
Jika anggaran anda sebesar Rp 1 dapat menghasilkan Rp 1000, lalu untuk apa keluar Rp 10 untuk menghasilkan Rp 1000.
Sebuah logika sederhana bukan?
Mesin kecerdasan facebook ternyata melakukan profiling kepada akun-akun pengguna.
Facebook menelaah postingan kita, dengan siapa kita berteman, bagaimana respon kita pada sebuah postingan, bagaimana kecenderungan ketertarikan kita, bagaimana keberpihakan kita kepada isu SARA, semuanya terangkum dalam mesin kecerdasan FB.
Lalu FB menawarkan, maukah engkau aku bantu menginformasikan sesuatu kepada jamaahku, aku tahu lho, mereka suka apa, bagaimana mereka. Silakan definisikan marketmu. Berapa usianya, ada dimana, lelaki atau perempuan, apa kesukaannya, bahkan sampai pixel pengguna.
Saya jujur deg deg an.
Mengapa saya deg-deg an? Karena tidak lama dari sekarang, akan terjadi revolusi yang akan mengguncang dunia persilatan.
Berikut analisa sederhana Saya,
1. Semakin efektifnya anggaran tuk beriklan.
Sebuah produk memasang iklan untuk menghadirkan awareness/kebertahuan. Awareness dihadirkan untuk menghadirkan demand/permintaan, dan permintaan dibentuk agar terjadi transaksi. Jadi ujungnya tetap transaksi.
Gaya penetrasi konvensional adalah gaya beriklan ke crowds/kerumunan.
Sebuah iklan susu anak di sebuah televisi, akhirnya ditonton oleh Ayah, Ibu, Anak, bahkan pekerja rumah tangga.
Padahal yang akan memutuskan pilihan hanyalah ibu.
Tidak hanya sampai disitu, susu anak 1 juta per kaleng itupun harus hadir di TV-TV keluarga yang jelas-jelas tidak bisa membelinya.
Intinya, ada sebuah iklan yang hadir tidak pada targetnya. Boros dan sia-sia.
Belum lagi billboard. Cobalah Anda masuk Tol Dalam Kota Jakarta.
Anda akan disuguhi oleh polusi visual. Mulai dari billboard minuman berion, program TV, asuransi, pelembab kulit hingga ecommerce yang sedang kebingungan - billboard mana lagi yang harus kutempati.
Semuanya seakan menyerang market dengan brondongan peluru.
Untuk "membunuh" 1 orang, dihamburkan 50 peluru. Mirip seperti film Rambo.
Hal ini berbeda dengan iklan FB. Iklan Di FB mampu menghantarkan sebuah postingan iklan ke orang yang tepat.
FB pun kemudian berbahasa : "Kami lebih murah dan lebih efektif".
2. Era Kejatuhan Goliath
Tanpa disadari, sebuah brand besar masih terus membuang uangnya pada iklan yang boros dan tak terukur.
Mirip seperti cerita Hitler yang kalah karena tentara Nazi sibuk mengejar pasukan Rusia hingga kehabisan logistik.
Mirip dengan kisah Goliath yang terkapar oleh lesatan batu ketapel seorang David.
Mereka masih menganggap iklan dinFB murahan. Mereka lebih bangga jika brand mereka hadir di billboard. Mereka bangga jika brand ambassador mereka tampil di iklan-iklan TV. Entah berapa rupiah yang telah dihamburkan, pokoknya keren.
Dan keren itu terkadang tidak diikuti dengan laris. Sorry ya.
Tanpa disadari, lahir pebisnis-pebisnis bersarung dan berkaos dirumah-rumah sederhana.
Mereka tidak berada di kantor-kantor pencakar langit.
Mereka tidak sibuk berkemeja dan bersepatu formal. Mereka hadir di kamar kost-kostan berkoneksi 1000mbps. Mereka mengulik pasar, menggeregoti pelanggan brand-brand besar.
Tanpa toko, tanpa billboard, tanpa brand ambassador. Iya, tanpa Brand Ambassador, karena wajah model mereka adalah hasil ngecrop di google.
Hehehehe. pidana memang ini mah. Kacau.
Tapi, sekacau-kacaunya para semut-semut imut ini, mereka berhasil berselancar diatas FB Ads untuk hadir langsung ke lini masa market. Ketika market melihat postingan "Sponsored". Lalu klik, lalu transfer. Beres. Hemat sekali. Murah. Tanpa cost structure yang memberatkan.
Maka, lebih penting merasa menjadi David, ketimbang merasa menjadi Goliath.
Kami tetap meyakini, bahwa kami adalah semut yang imut. Kami berlindung kepada Allah dari merasa besar dan jumawa.
3. Berjatuhannya media-media besar.
Poin nomor 1 dan 2 diatas akan membawa banyak industri menuju kesadaran yang samal
"Mari sama-sama menganggarkan uang untuk digital marketing via sosmed".
Anggaran Rp 1000 yang semula dinikmati oleh TV, koran, majalah, radio, dan sezamannya, akan berkurang sedikit demi sedikit.
Para CEO cerdas dan waras akan berfikir logis "untuk apa keren kalo sales rendah, untuk apa keluar 1000 kalo bisa keluar 10." Dorr, dunia berubah.
Media-media konvensional jelas akan kehilangan penjualan slot iklan.
Majalah-majalah yang kehilangan pembaca, akan perlahan mengakafaratul majeliskan karyawannya.
Begitu juga dengan media-media "brondongan peluru". Para pebisnis akan memilih penembak jitu sebagai pilihan strategi berperang.
Para penembak jitu ini akan mengendap-ngendap di medan market. Tenang, sunyi, fokus dan dorr. Closing!
*****
Seru.. seru.. seru..
Inilah era para penembak jitu. Satu peluru untuk satu kepala. Bahkan satu peluru untuk sepuluh kepala. Kepala customer sudah berderet 10 dan tinggal ditembak dengan satu kali tembakan. Tembus 10 kepala.
Itulah gaya marketing hari ini. Polanya bergeser, dari corwds ke tribes, dari tribes ke targeted person.
. .
Selamat bergerak wahai penembak jitu. Semoga Allah selalu bersamamu.
0 comments:
Post a Comment